JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pelaku usaha mikro di Jalan Antasari, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mengaku mengalami penurunan omzet penjualan sejak Jalan Layang Non Tol (JLNT) Antasari diresmikan pada Januari 2013 yang lalu.
Menurut Mulus, salah seorang pengrajin rotan yang beralamat di Jalan Antasari No. 6, dulu sebelum JLNT diresmikan, banyak warga yang kebetulan lewat singgah di tokonya setelah melihat sejumlah perabot dari rotan yang dipajang.
"Sekarang kan sudah banyak yang milih lewat atas. Penghasilan gak tetap sih tapi sejak ini (JLNT) dibuka, memang menurun. Saya sudah prediksi sih sebelumnya," kata Mulus saat ditemui Kompas.com, Sabtu (2/3/2013).
Mulus mengaku baru empat tahun membuka usaha penjualan perabot dari rotan. Sebelumnya, pria asal Cirebon ini bekerja di salah satu tempat usaha di Kemang, Jakarta Selatan. Hal senada disampaikan Mas'ud, penjual perabotan keramik yang membuka usahanya tidak jauh dari jalan masuk menuju SMP Negeri 20 Jakarta. Menurut Mulus, sebelum JLNT Antasari dibuka, masih ada beberapa orang rekannya yang berjualan usaha serupa di sekitar daerah tersebut. Namun, saat ini hanya tinggal Mas'ud yang bertahan.
"Yang lain sudah pada kabur cari tempat lain. Kalau saya memang orang dekat sini, jadi tetap di sini saja nggak apa-apa dah," kata Mas'ud pasrah.
Sementara itu, Ahmad, pemilik usaha Pisang Goreng Pasir yang membuka kios di seberang SPBU Shell Antasari menuturkan, dahulu banyak warga yang hendak berangkat atau pulang kerja singgah untuk membeli jajanan di kiosnya.
"Pas lagi macet pagi atau sore gitu, banyak yang singgah beli," tutur Ahmad.
JLNT Antasari untuk sementara ditutup terkait adanya perbaikan. Perbaikan akan berlangsung selama satu minggu, dimulai sejak Kamis (28/2/2013) hingga Kamis (7/2/2013). Penutupan hanya akan diberlakukan untuk ruas dari arah Cipete-Blok M. Arah sebaliknya tetap beroperasi seperti biasa.
JLNT Antasari adalah proyek yang mulai dibangun dari era Gubernur Fauzi Bowo dan diresmikan oleh Gubernur saat ini, Joko Widodo pada 15 Januari 2013 lalu. Jalan Layang tersebut menghubungkan Cipete-Blok M dan sebaliknya. Pembangunannya menelan total biaya senilai Rp 1,28 triliun.
Kehadiran JLNT Antasari diharapkan dapat menjadi salah satu cara mengurai kemacetan di kota Jakarta. Sekadar perbandingan, sejumlah warga Jakarta Selatan yang mengatasnamakan Kelompok Masyarakat Peduli MRT lebih mendukung jika pembangunan MRT yang akan melewati permukiman mereka dibangun dengan jalur underground (bawah tanah), bukan elevated (melayang). Hal tersebut mereka sampaikan dalam acara public hearing yang digelar di Balaikota Jakarta bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada Rabu (20/2/2013).
Sebelumnya, pada 12 Desember 2012 Persatuan Pedagang Pasar yang berada di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, pernah menggelar unjuk rasa menolak pembangunan MRT dengan jalur elevated. Mereka khawatir stasiun transit yang akan dibangun di pasar akan memakan fisik bangunan hingga 50 persen yang artinya kios-kios tempat usaha mereka akan segera digusur.
Pembangunan MRT akan melayani rute Lebak Bulus hingga Jakarta Kota. Untuk jalur Lebak Bulus-Sisingamangaraja rencananya akan dibangun elevated, sementara jalur Sisingamangaraja-Kota yang akan melintasi jalan Sudirman dan Thamrin akan dibangun underground.
Berita terkait, baca :
GEBRAKAN JOKOWI-BASUKI
Editor :
Hertanto Soebijoto