JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil observasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan banyak narapidana koruptor kelas kakap yang sering keluar masuk sel tahanan untuk pulang ke rumah ataupun berjalan-jalan di mal. Temuan ini pun sudah disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Namun, pihak kementerian mengaku tak berdaya. Mereka angkat tangan dan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kemarin Wamenkumham, Denny, sempat menelepon saya. Dia juga sangat tidak punya kemampuan lagi untuk bisa menangani yang seperti itu karena susah memantaunya," ujar Ketua KPK Abraham Samad di Hotel Borobudur, Kamis (9/5/2013).
Denny, lanjut Abraham, meminta bantuan kepadanya untuk menampung para koruptor kelas kakap itu di rumah tahanan KPK. "Termasuk Nazaruddin. Saya bilang, Pak (Denny), kita lihat dulu, kan ini ada aturan-aturan. Kalau sudah inkracht, (napi koruptor) harus ditempatkan di rutan negara," ucap Abraham.
Mantan advokat ini pun menduga ada kongkalikong antara petugas lapas dengan para koruptor itu. Para petugas, kata Abraham, telah dibayar oleh narapidana kasus korupsi. Saat ditanyakan lebih lanjut tentang siapa napi koruptor yang masih bisa merasakan udara bebas, Abraham tak mau mengungkapnya.
"Saya tidak bisa sebutkan namanya. Tapi, Pak Denny menelepon saya. Dia kewalahan mengontrol perilaku para koruptor yang bisa dengan bebas keluar," kata Abraham lagi.
Pemiskinan Koruptor
Menurut Abraham, praktik ini disebabkan para napi koruptor kelas kakap masih memiliki kekuatan uang yang berlimpah saat dijebloskan ke penjara. Dengan kekayaannya itu, mereka masih bisa memengaruhi petugas. Oleh karena itu, satu-satunya jalan agar para koruptor itu kapok adalah dengan cara memiskinkan koruptor.
"Salah satunya yakni dengan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan pembuktian terbalik sempurna yang diterapkan seperti di Malaysia. Dengan begitu, harta negara bisa kembali secara utuh," kata Abraham.