JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, berharap Komisi Pemberantasan Korupsi tak masuk dalam pusaran politik. Terkait beredarnya surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama tersangka Anas Urbaningrum, ia menilai hal itu cukup menjadi urusan internal KPK saja.
"Saya menganggap itu urusan internal KPK saja. Jangan dibawa ke wilayah politik. Hukum kita sudah sangat rumit," ujar Saldi dalam diskusi "Tsunami Demokrat" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/2/2013).
Menurutnya, publik juga harus menunggu hasil penyelidikan KPK terkait siapa yang membocorkan sprindik tersebut dan keaslian surat itu. Sebagai lembaga antikorupsi yang didukung banyak pihak, KPK harus membuktikan bahwa tidak ada intervensi dalam kasus Anas.
"KPK pun harus membuktikan persoalan apa ini. Buktikan pada kami di luar yang mem-back up KPK. Kita tunggu saja hasilnya di KPK," ucapnya.
Penafsiran ke ranah politik, lanjut Saldi, berawal dari penuturan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyampaikan delapan solusi penyelamatan partai beberapa waktu lalu. SBY meminta Anas untuk fokus pada dugaan masalah hukum di KPK. Sementara KPK sendiri belum menetapkan Anas sebagai tersangka.
Kemudian, sprindik atas nama Anas Urbaningrum itu pun beredar. Menurut Saldi, hal itu membuat banyak pihak yang menduga ada intervensi dari Istana pada KPK.
"Seharusnya SBY bisa menahan diri untuk soal-soal seperti itu. Orang kan jadi gampang menerjemahkan bermacam-macam," ujarnya.
Dalam dokumen yang diduga draf sprindik itu, Anas disebut sebagai tersangka atas penerimaan gratifikasi saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, KPK membantah telah menetapkan Anas sebagai tersangka.
Editor :
Ana Shofiana Syatiri