JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pertambangan Indonesia meminta agar pemerintah membedakan penanganan dan penyusunan kebijakan untuk masing-masing komoditas pertambangan. Oleh karena tidak semua jenis komoditas tambang memiliki besar cadangan maupun tingkat kebutuhan investasi untuk pengolahan dan pemurnian yang sama.
Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia Martiono Hadianto menyampaikan hal itu, dalam paparannya, pada seminar bertema "Percepatan Kegiatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral yang diprakarsai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu (10/4), di Balai Sudirman, Jakarta.
Hasil kajian dari tim Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB) pada 2012 menunjukkan, penciptaan nilai tambah berbeda signifikan di masing-masing komoditas.
Secara umum, penciptaan nilai tambah untuk komoditas besi, bauksit dan nikel pada tahap pemurnian (smelting) lebih besar dibandingkan pengolahan di fase pertambangan. Namun kenyataannya, hal itu berbeda dengan tembaga, di mana penciptaan nilai tambah di fase pertambangan berkisar 93 persen berbanding dengan penciptaan nilai tambah di tahapan pemurnian yang hanya sekitar 7 persen.
"Jadi, perlakuan yang diberikan untuk tembaga tidak bisa disamakan dengan perlakuan untuk barang tambang lain yang nilai tambahnya masih rendah sehingga memerlukan proses pengolahan lebih lanjut," ujarnya.
Hasil kajian LAPI-ITB juga menyimpulkan, pemurnian untuk materi besi, bauksit dan nikel masih memungkinkan dilakukan. Namun masalah yang kemudian muncul adalah, perlunya harga listrik yang murah dan diperlukan nilai investasi yang bisa mendapat nilai 1 miliar dollar AS.
Selain biaya investasi, biaya operasional dan ongkos (treatment charge, refining charge/TCRC) merupakan faktor penentu kelayakan ekonomi pembangunan smelter. Sedangkan ongkos TCRC sepenuhnya dikendalikan pasar internasional. " Biaya investasi akan lebih murah apabila infrastruktur pendukung telah tersedia," kata dia.
"Kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan, khususnya pemerintah, agar semangat penambahan nilai barang tambang dapat tercapai tanpa harus mengorbankan pelaku pertambangan yang sudah menunjukkan komitmen dan kontribusi kepada negara," ujarnya menegaskan.
Dukungan dari pihak pemerintah, terutama dalam hal regulasi, sangat vital serta menentukan nasib para pelaku industri pertambangan.
Sebagai contoh, bila implementasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tidak ditunda atau fitrbidi, maka pada tahun 2014 negara berpotensi kehilangan pendapatan kotor 4,3 miliar dollar AS hingga 8,1 miliar dollar AS. Untuk itu pihaknya merekomendasikan agar pemerintah merevisi menyeluruh atas aturan pelaksanaan sebagai turunan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
"Kami berharap, penciptaan nilai tambah mineral bisa terwujud demi memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat," kata Martiono.
Anda sedang membaca artikel tentang
Penciptaan Nilai Tambah Tiap Komoditas Harus Dibedakan
Dengan url
http://blogerstour.blogspot.com/2013/04/penciptaan-nilai-tambah-tiap-komoditas.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Penciptaan Nilai Tambah Tiap Komoditas Harus Dibedakan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Penciptaan Nilai Tambah Tiap Komoditas Harus Dibedakan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment